Rabu, 14 Oktober 2009

SEJARAH PROMOSI KESEHATAN DALAM PRAKTEK KEBIDANAN INDONESIA

Di era milenium ini, setiap hari bahkan setiap saat, kepada kita disajikan pelbagai macam iklan atau upaya pemasaran pelbagai macam produk dan jasa. Iklan-iklan itu dengan gencarnya menyapa kita melalui berbagai media, terutama TV dan radio. Melalui internet, iklan-iklan itu juga datang silih berganti. Iklan juga menyergap kita melalui telepon seluler. Jangan ditanya iklan melalui surat kabar dan majalah. Juga melalui film layar lebar di gedung bioskop. Iklan-iklan juga mejeng secara mentereng melalui billboard, spanduk, umbul-umbul, dll. Tentu saja iklan juga muncul melalui poster, leaflet atau brosur. Belum lagi iklan melalui selebaran yang secara berdesakan nongol di tembok-tembok, tiang listrik/telepon, pagar rumah, dll. Ada juga iklan yang disamarkan melalui tulisan ilmiah atau tulisan populer. Jangan dilupakan iklan atau pemasaran produk atau jasa yang dikemas secara sangat professional dalam bentuk pameran, seminar atau pertemuan. Belum lagi iklan atau upaya pemasaran yang dilakukan secara agresif melalui tatap mula langsung dari rumah ke rumah dan secara berantai (multy level marketing). Demikian pula upaya yang dilakukan melalui loby kepada pelbagai pihak, khususnya pengambil kebijakan, agar produk atau jasanya dapat dipergunakan oleh khalayak luas. Dan masih banyak lagi cara-cara kreatif yang dilakukan dalam rangka menjajakan suatu produk atau jasa. Upaya-upaya itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap lakunya suatu produk atau jasa. Produk atau jasa apa saja, termasuk produk atau jasa di bidang kesehatan serta produk dan jasa yang merugikan kesehatan seperti rokok, minuman keras, obat-obatan yang tidak layak, dll. Itu semua termasuk upaya pemasaran atau upaya untuk mempromosikan produk atau jasa. Pada zaman dulu upaya itu disebut propaganda.
Propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuknya yang sederhana melalui pengeras suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga melalui film layar tancap. Cara-cara itu kemudian berkembang, karena propaganda dirasakan kurang efektif apabila tidak dilakukan upaya perubahan atau perbaikan perilaku hidup sehari-hari masyarakat. Maka dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan masyarakat (health education) yang dipadukan dengan upaya pembangunan masyarakat (community development) atau upaya pengorganisasian masyarakat (community organization).
Upaya ini berkembang pada tahun 1960 an, sampai kemudian mengalami perkembangan lagi pada tahun 1975 an, menjadi “Penyuluhan Kesehatan”. Meski fokus dan caranya sama, tetapi istilah “Pendidikan kesehatan” itu berubah menjadi “Penyuluhan Kesehatan”, karena pada waktu itu istilah “pendidikan” khusus dibakukan di lingkungan Departemen Pendidikan. Pada sekitar tahun 1995 istilah Penyuluhan kesehatan itu berubah lagi menjadi “Promosi Kesehatan”. Perubahan itu dilakukan selain karena hembusan perkembangan dunia (Health promotion mulai dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986), juga sejalan dengan paradigma sehat, yang merupakan arah baru pembangunan kesehatan di Indonesia. Istilah itulah yang berkembang sampai sekarang, yang antara lain menampakkan wujudnya dalam bentuk pemasaran atau iklan, yang marak pada era milenium ini.
Perjalanan dari propaganda, kemudian menjadi pendidikan, lalu penyuluhan dan sekarang promosi kesehatan itu, merupakan sejarah. Dalam perjalanan dari waktu ke waktu itu ada kejadian atau peristiwa yang patut dikenang, dan ada cerita atau kisah yang menarik, mengharukan, atau juga lucu. Tetapi yang penting pastilah ada hikmah, kebijaksanaan, nilai atau “wisdom” yang dapat diangkat dari rentetan kisah atau cerita itu. Hikmah, kebijaksanaan, nilai atau “wisdom” itu tentulah sangat besar manfaatnya bagi kita semua, terutama generasi muda yang merupakan penerus pembangunan bangsa tercinta ini. Kebijaksanaan itu pula yang rasanya patut sekali dapat dimiliki oleh para pembuat kebijakan, yang menentukan arah perkembangan negara kita di masa y.a.d. Demikianlah, maka sejarah atau perkembangan tentang promosi kesehatan di Indonesia itu perlu dituliskan. Penulisan sejarah atau perkembangan promosi kesehatan di Indonesia itu dirasakan semakin perlu karena nampaknya sejarah berulang. Apa yang kita pikirkan sekarang, rupanya sudah pernah dipikirkan bahkan dilaksanakan pada waktu yang lalu. Melalui tulisan ini diharapkan kita dapat lebih cepat belajar dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan pada waktu yang lalu itu.
Dengan demikian yang dimaksud dengan sejarah di sini bukan dalam arti rentetan peristiwa dalam tanggal, bulan dan tahun. Tetapi sejarah adalah uraian tentang peristiwa nyata berupa fakta dan data yang bisa dijadikan bahan analisa untuk disimpulkan manfaat dan mudaratnya bagi pijakan untuk kegiatan masa kini dan yang akan datang. Di sini sejarah lebih mempunyai arti ke depan. Dalam kaitan itu beberapa negara sedang ribut dalam penulisan sejarah ini. Korea, Jepang dan China berebut meluruskan sejarah dengan versi masing-masing. Pemerintah RI sejak merdeka sampai sekarang juga sangat berkepentingan dengan penulisan sejarah. Ini menunjukkan bahwa sejarah sering dibuat untuk kepentingan sesaat demi pemenuhan si pembuat sejarah. Seharusnyalah bahwa sejarah itu netral. Yang penting adalah tentang pembelajaran sejarah. Makna, nilai atau kebijaksanaan apa yang dapat ditangkap di balik kejadian atau rentetan peristiwa itu. Para pembacalah yang menganalisis sendiri, menyimpulkan dan mengambil makna sebagai landasan untuk pengambilan kebijakan bagi langkah-langkah tindakannya masa kini dan yang akan datang.
Sejarah, menurut Prof Nugroho Notosutanto, mengandung dua hal: fakta dan persepsi. Di satu pihak merupakan rentetan peristiwa berdasar fakta. Tekanannya pada uraian fakta yang bersifat deskriptif. Di pihak lain sejarah juga merupakan persepsi dari para pelaku, para saksi dan para pengamatnya. Tekanannya berupa analisis peristiwa bahkan dilanjutkan dengan prediksi ke depan. Demikianlah, maka sejarah perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia ini ditulis senetral dan seobyektif mungkin berdasarkan fakta sesuai rentetan peristiwa.

Buku tentang sejarah atau perkembangan Promosi Kesehatan ini diberi nama “Perkembangan Dan Tantangan Masa Depan Promosi Kesehatan Di Indonesia”, dengan sub judul: “Dari Propaganda, Pendidikan dan Penyuluhan Sampai Promosi Kesehatan”. Ini berarti bahwa meskipun buku ini ditulis berdasar rentetan peristiwa, tetapi yang ingin diungkap terutama adalah makna yang dapat ditarik dari balik rentetan peristiwa itu. Maka periodesasi atau kurun waktu perjalanan promosi kesehatan dikaitkan dengan isu yang mengemuka serta “widom” yang dapat dipetik di setiap periode atau kurun waktu itu. Sekali lagi yang diharapkan dari buku ini adalah bahwa pembaca dapat belajar dari masa lalu, untuk menghadapi masalah sekarang, serta terutama untuk menjajagi dan proaksi masa depan, sebagaimana dikatakan oleh orang bijak yang dikutip pada awal tulisan ini.






Istilah Promosi Kesehatan mengalami perkembangan. Mula-mula dicetuskan di Ottawa, Canada pada tahun 1986 (dikenal dengan “Ottawa Charter”), oleh WHO promosi kesehatan didefinisikan sebagai: “the process of enabling people to control over and improve their health”. Definisi tersebut diaplikasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi : “Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya”. Definisi ini tetap dipergunakan, sampai kemudian mengalami revisi pada konferensi dunia di Bangkok pada bulan Agustus 2005, menjadi: “Health promotion is the process of enabling people to increase control over their health and its determinants, and thereby improve their health” (dimuat dalam The Bangkok Charter). Dengan membaca buku perkembangan promosi kesehatan di Indonesia ini, kita mencoba sedikit menoleh ke belakang, mencoba mengamati apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita. Kemudian dengan mengambil pelajaran dan hikmah yang ada di dalamnya, kita bertekad melangkah untuk menjalaninya dengan melihat ke depan, sebagaimana dikatakan oleh Soren Kierkegaard, seorang filsuf Jerman, yang dikutip di awal tulisan ini.

Masa Penjajahan

Mula-mula Belanda, untuk kepentingan mereka sendiri, membentuk Jawatan Kesehatan Tentara (Militair Geneeskundige Dienst) pada tahun 1808. Itu terjadi pada waktu pemerintahan Gubernur Jendral H.W. Daendels, yang terkenal dengan pembuatan jalan dari Anyer sampai Banyuwangi, yang membawa banyak korban jiwa penduduk. Pada waktu itu ada tiga RS Tentara yang besar, yaitu di Batavia (Jakarta), Semarang dan Surabaya. Usaha kesehatan sipil mulai diadakan pada tahun 1809, dan Peraturan Pemerintah tentang Jawatan Kesehatan Sipil dikeluarkan pada tahun 1820. Pada tahun 1827 kedua jawatan digabungkan dan baru pada tahun 1911 ada pemisahan nyata antara kedua jawatan tersebut. Pada permulaannya, perhatian hanya ditujukan kepada kelompok masyarakat penjajah (Belanda) sendiri, beserta para anggota tentaranya yang juga meliputi orang pribumi. Sedangkan usaha untuk mempertinggi kesehatan rakyat secara keseluruhan baru dinyatakan dengan tegas dengan dibentuknya Jawatan/Dinas Kesehatan Rakyat pada tahun 1925. Sedangkan pelayanan kesehatan yang mula-mula dilakukan adalah pengobatan dan perawatan (upaya kuratif), melalui RS Tentara.
Pada waktu itu sebagian besar rakyat di pedesaan masih sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, kepercayaan akan tahayul, sedangkan pengobatan lebih percaya pada dukun. Ibu-ibu pada waktu melahirkan bayinya juga lebih banyak ditolong oleh dukun. Kondisi hygiene-santasi masih sangat buruk, dan berobat ke dokter masih menimbulkan rasa takut. Banyak penyakit timbul karena pola hidup yang tidak bersih dan tidak sehat. Pada waktu itu sering terjadi wabah malaria, kolera, sampar, dan cacar. Di samping itu juga sering terjadi wabah busung lapar di daerah-daerah tertentu. Sedangkan penyakit frambusia/patek/puru, kusta dan tuberkulosis merupakan penyakit rakyat. Usaha preventif pertama yang dilakukan adalah pemberian vaksin cacar yang hanya dilakukan dalam kelompok terbatas. Usaha lainnya yang sebenarnya tertua usianya adalah pengasingan para penderita kusta, tetapi itu lebih sebagai usaha pencegahan penularan semata-mata. Selain itu juga ada kegiatan pengasingan para penderita sakit jiwa, yang hanya dilakukan terhadap mereka yang berbahaya bagi masyarakat sekelilingnya.






0 komentar: